Bila Kegelapan Mendatangimu

Sabtu, Juli 25, 2009

Di masa kecilku, aku memiliki rasa takut pada kegelapan seperti anak kecil pada umumnya. Hal itu berlangsung lama bahkan sampai aku sekolah di SD, sampai pada suatu malam, ayahku, Pendekar Seruling Sakti, merubah rasa takut itu menjadi sebuah keberanian, keindahan, dan harapan baru.

“Bangunlah, nak. Sudah saatnya kutunjukkan padamu sebuah rahasia yang tersembunyi dari mata hati yang tertutup.”, kata ayahku membangunkanku di tengah malam yang gelap dan dingin di musim kemarau panjang tahun itu.

Berdua kami menyusuri jalan desa yang sepi dan berbatu menuju persawahan nan luas di sebelah timur desa kami. Dorongan rasa takut pada kegelapan, membuat tanganku terus berpegangan pada tangan kekar ayahku yang perkasa. “Perhatikan sekelilingmu Nak, dan cobalah untuk menepis rasa takut dari hatimu. Kamu akan segera menemukan bahwa kenyataan tidaklah semenakutkan bayangan gelap yang melingkupi hatimu itu.”, bisik ayahku menguatkan langkahku yang terasa semakin berat.

Sesampainya kami di bukit kecil di tengah persawahan yang luas itu, kamipun duduk di bawah pohon asam tua yang sudah setua jaman itu sendiri. “Perhatikan alam di sekitarmu baik-baik, nak. Dan cobalah untuk menyatu dengannya.”. kata ayahku sembari mengeluarkan seruling sakti yang terkenal di seantero jagat persilatan itu. Dengan lembut, ayahku meniup seruling itu memecah keheningan malam yang dingin dan gelap dengan irama meliuk menyentuh kalbu.

Ajaib, semakin aku memperhatikan sekelilingku, kusadari betapa indahnya alam persawahan di malam itu. Ribuan kunang-kunang yang berkelip indah di kegelapan malam dan cahaya jutaan bintang di langit yang hitam menjadikan malam itu terang-benderang. Desir tiupan angin dingin, suara gemericik air dari parit yang mengalir di tengah persawahan, dan merdunya irama seruling ayahku menambah syahdu suasana di malam itu. Pelan tapi pasti, ketakutan di hatiku mulai mencair, berubah menjadi ketenangan, kehangatan, dan perasaan tenteram yang sulit digambarkan. Sungguh, sebuah malam yang indah dan menghayutkan…

“Nak, lihatlah. Kunang-kunang telah menghilang, dan cahaya bintang mulai memudar. Sebentar lagi fajar kan datang menjelang.” Kata ayahku menyadarkanku. “Mari kita pulang.”, katanya lagi sambil berdiri.

“Anakku, jangan lagi mata hatimu tertutup oleh ketakutan pada kegelapan. Karena setiap kegelapan memiliki cahaya dan keindahannya sendiri. Hanya mata hati yang terbebas dari ketakutan yang mampu melihat keindahan itu. Ketakutan juga akan membuat hati kita sibuk dengannya, sehingga melupakan sang fajar harapan yang akan selalu datang di setiap penghujung malam.”, Kata ayahku sambil mengelus rambutku.

“Nak, dalam perjalanan hidupmu kelak, ujian kegelapan mungkin akan datang sekali waktu. Hadapilah dengan tersenyum dan tetap bergerak laksana gerak angin, bintang dan kunang-kunang, karena telah kau tahu, selalu ada keindahan malam dan fajar harapan disana. Keindahan dan fajar yang mungkin saja lebih baik dari hari kemarin dan hari kemarinnya lagi.”, lanjut ayahku sambil tersenyum. Dan sejak saat itu tak pernah lagi aku takut pada kegelapan...


Tulisan Terkait :

0 comments

Posting Komentar