Si Bayangan Hitam

Sabtu, Agustus 15, 2009

Wuuussshhh! Sebuah bayangan hitam berkelebat cepat, berzigzag mendahului motor Wa'ong dari sisi kiri. Sedikit lagi, maka si Bayangan Hitam itu akan menyerempet si Dawuk, motor kesayangan Wa'ong. "Diamput!", umpat Wa'ong kaget. Ia dapat memprediksi kecepatan si Bayangan Hitam itu sekitar 100 km per jam, 40 kilometer di atas kecepatannya saat ini. Merasa kesal, Wa'ong segera tancap gas mengejar si Bayangan Hitam yang tidak punya sopan santun itu. Begitu dekat, Wa'ong terkesiap ketika mengetahui bahwa si Bayangan Hitam itu adalah seorang perempuan!

Perempuan hitam itu memang benar-benar hitam segala-galanya. Motornya matic hitam. Jaketnya hitam. Celananya hitam. Sepatunya hitam. Sarung tangannya hitam. Helm dan kacanya hitam. Rambutnya yang lurus melambai ditiup angin itu juga hitam. Wa'ong jadi panas hatinya. Ia merasa, bahwa yang berhak mengenakan atribut hitam-hitam itu sebenar-benarnya ya cuma dirinya di sepanjang jalan Parung-Cinere-Pondok Labu-Fatmawati. Bukankah dia dikenal dengan julukan Black Widow Lover? Ketua organisasi The Black Fire and Clouds Bikers Community?

Seperti tahu kalo dibuntuti, si Bayangan Hitam mempercepat laju motornya di tengah arus lalu lintas yang mulai menggeliat ramai pagi itu. Zig-zagnya yang semakin menggila membuat hati Wa'ong tambah panas. Si Dawuk, motor tua terbitan tahun 98 yang setia menemaninya sejak kuliah itu tambah digenjot sejadi-jadinya, namun tak juga mampu mengejar si Bayangan Hitam. Sebagai Biker berpengalaman, Wa'ong tak mau terpancing ugal-ugalan. Menjelang tikungan setan memasuki jalan lurus Cinere, Wa'ong melambatkan kendaraannya. Dan si Bayangan Hitam menghilang di tengah keramaian lalu lintas pagi itu.

Sudah sebulan ini Wa'ong mengambil jalan Parung-Cinere sebagai alternatif pengganti jalan Mampang-Pondok Labu yang rusak parah. Dan tiga minggu belakangan, bayangan hitam itu selalu membalap motornya dari arah kiri dengan kecepatan tinggi selepas pertigaan Parung Bingung. Wa'ong benar-benar penasaran. Tak pernah si Dawuk mengecewakannya selama ini. Motor tuanya itu sudah dimodifikasi sedemkian rupa agar dapat berlari kencang dan lincah, namun sudah tiga minggu ini, si Dawuk tak juga bisa mengejar si Bayangan Hitam itu.

Pagi itu Wa'ong mengedarai si Dawuk dengan santai, ia bertekat tak lagi mau terpancing si Bayangan Hitam. Namun ia heran karena sudah jauh melewati tikungan Parung Bingung tapi si Bayangan Hitam tak juga datang membalap dirinya. Di saat hatinya bingung bertanya-tanya, tiba-tiba ia melihat si Bayangan Hitam sedang jongkok di sisi motornya di pinggir jalan, kaca helmnya terbuka menampakkan wajah elok si Bayangan Hitam yang bertolak belakang dengan penampilannya yang serba hitam. Terdorong oleh jiwa kesetiakawanan sesama Biker, Wa'ong segera menepikan motornya.

"Kenapa mbak?", tanya Wa'ong sopan, padahal hatinya meronta antara rasa penasaran, senang, dan penuh harap.

"Nggak tahu nih mas, tau-tau mati aja nih motor.", jawab si Bayangan Hitam menatap Wa'ong dengan wajah sedih.

Deg! jantung Wa'ong berdesir saat mata belok si Bayangan Hitam yang bening sejuk bak air sungai pegunungan itu sayu menatap mata merahnya. Maka tanpa banyak bicara, Wa'ong segera turun tangan. Dasar Biker kawakan, sebentar saja motor si Bayangan Hitam hidup kembali.

"Terima kasih ya mas.", senyum si Bayangan Hitam yang sudah melepas helmnya.

Tiba-tiba sebuah ciuman lembut mendarat di pipi Wa'ong. Bersamaan dengan itu Wa'ong terbangun. "Diamput!", umpat Wa'ong menyesali mimpinya yang terputus.

Begitulah, sudah lima malam berturut-turut Wa'ong selalu memimpikan si Bayangan Hitam. Anehnya mimpi Wa'ong seperti untaian kisah. Mimpi kenalan, jalan-jalan, dan kemudian pacaran. Dan seperti yang sudah-sudah, begitu sebuah ciuman mendarat di pipinya, Wa'ong tergagap, bangun, dan secara otomatis mulutnya mengumpat, "Diamput!".

Wa'ong kini bingung. Wajahnya kuyu dan pikirannya kusut. Di pagi hari ia selalu gagal mengejar si Bayangan Hitam. Tapi di malam harinya, di dunia mimpi, mereka sudah sedemikian akrab layaknya berpacaran. Wa'ong bagai mengejar bayangannya sendiri. Sedemikian dekat, tetapi tak bisa dipegang.

Hari Minggu pagi itu, Wa'ong bergerak mencari informasi si Bayangan Hitam. Iseng-iseng ia makan bubur ayam yang mangkal di dekat tikungan Parung Bingung. Semalam adalah mimpi terindahnya dengan si Bayangan Hitam. Wa'ong dan si Bayangan Hitam berjanji akan sehidup semati selamanya.

"Bang, kenal perempuan hitam-hitam yang suka naik motor lewat sini pagi-pagi nggak?", tanya Wa'ong sambil menikmati semangkuk bubur ayam lezat yang masih hangat.

"Maksudnya perempuan yang pakai matic hitam?", tanya Tukang Bubur terkejut.

"Iya, kenapa Bang?", tanya Wa'ong tak sabaran sambil menyebutkan sebuah nama, nama si Bayangan Hitam.

"O, perempuan itu tinggal di kampung belakang situ mas. Tapi dia sudah meninggal karena kecelakaan di tikungan situ satu setengah bulan yang lalu, ketabrak motor lain yang lagi balapan.", Tukang Bubur itu memberikan penjelasan panjang lebar.

"Sayang mas, padahal ia masih muda, masih perawan, dan cantik lagi.", lanjut Tukang Bubur sambil memberikan air minum ke Wa'ong.

Wa'ong terpana, seketika nafsu makannya hilang dan jantungnya berdetak kencang. Ia teringat pada janjinya untuk sehidup semati dengan si Bayangan Hitam itu semalam.


Tulisan Terkait :

>>> Wa'ong



4 komentar

Anonim mengatakan...

wah janji sehidup semati sama orang mati... hebad

17 Maret, 2009 07:15
Anonim mengatakan...

lha ya itulah kesaktian si Wa'ong mas, lintas batas antar dimensi! Tidak hanya dalam cerpen saja lho, bahkan dalam kesehariannya di dunia nyata!

17 Maret, 2009 16:25
mastenk mengatakan...

Salut buat gaya nulisnya mas..sangat membumi..

07 Januari, 2010 18:00
masteg mengatakan...

thank mas :)
blognya mastenk keren bener, informatif lagi...
good luck :)

07 Januari, 2010 20:56

Posting Komentar