Gajah Ngamuk dari Buaran

Jumat, November 28, 2008

Ketika Majapahit menyerbu kerajaan Bedahulu di Bali pada tahun 1343 Masehi, mereka menggelar pasukannya dalam formasi Dhiradha Meta (Gajah Ngamuk). Yang menempati posisi sebagai pucuk pimpinan di kepala gajah itu tidak tanggung-tanggung: Mahapatih Gajahmada itu sendiri. Gelar itu kemudian berhasil memecah dan menghimpit pasukan Bedahulu dan akhirnya mengalahkannya.

Ketika mengamati formasi touring kebersamaan kemaren, serta merta ingatanku sampai kepada gelar perang Dihiradha Meta itu. Aku membayangkan Road Captain itu sebagai Gajahmada, para Safety Officer dan para Voorijder itu sebagai para panglima perangnya. Kalo diriku ini tentunya sebagai prajurit biasa saja deh. Membayangkan diriku berada di tengah-tengah pasukan perang yang dahsyat itu, aku jadi ikutan merasa hebat juga lho.

"Awas, Gajah Ngamuk lewat." Pikirku saat melihat orang-orang tertegun-tegun melihat touring dari pinggir-pinggir jalan. Wuahhhh, bangga bener rasanya sepanjang jalan dilihat orang-orang. Suatu hari nanti aku harus jadi Mahapatih Gajahmada juga!!!

Catatan:
Buaran adalah tempat start dan finish Touring ini. Buaran itu sebutan bagi salah satu kantor tempat kami bekerja (PDAM) yang sebenarnya berada di Pondok Kelapa, Jakarta Timur dan tempatnya sendiri jauh dari Buaran.

[+/-] Selengkapnya...

Prolog

Jumat, November 21, 2008

Walaupun aku sudah kredit motor sejak awal 2004 lalu, namun inilah pertama kalinya seumur hidupku aku ikut touring motor dengan jarak yang lumayan jauh: 300 km pp dengan rute yang sangat menantang.

Touring itu ternyata cukup mengasyikkan juga walau hanya dengan motor biasa. Soalnya selama ini touring kan identik dengan motor-motor besar semisal Harley atau setidak-tidaknya yang sekelas Tiger atau Thunder-lah. Awalnya aku mengira bahwa motorku nggak akan sanggup menempuh jarak yang begitu jauhnya dalam sekali jalan. Namun kenyataannya motorku enjoy aja kok.

Aku begitu terkesan dengan pengalaman touring kemaren, sehingga mendorongku untuk mencoba mengekspresikannya dalam tulisan-tulisan pendek berdasarkan apa yang aku ingat, aku ketahui dan tentu saja berpijak dari sudut pandangku sendiri. Aku yakin tulisan ini tidaklah bisa mencakup semua kejadian, maklumlah aku kan cuma manusia yang serba terbatas.

Kalo aku menulis tentang profil seseorang disini, itu karena orang itu begitu mengesankan dimataku selama touring, namun tentu saja itu dari sudut pandangku, makanya maafkan ya kalo ada salah-salah kata dalam tulisan ini.

Salam Bikers!



Masteg,
Setengah Biker - Setengah Superhero

[+/-] Selengkapnya...

Judul

Jumat, November 14, 2008



Abah Agus - Asep Rachmat - Budi - Deddson J - Dwiyanto - Edison - Endank & Brother - Fajar - Hari Utomo - Imam P - Iman Surya - Iwan .S Waonk - Joanita Ancy - Kaishar - Krido & His Girlfriend - Mandala - Miko - Nola Swita - Nusyir - Rosmanto A - Rangga - Reza - Seven - Subarto - Sumanto - Suwarso - Teguh W - Yudith F

[+/-] Selengkapnya...

Senjata Sakti

Jumat, November 07, 2008

Banyak sekali orang-orang tua di desaku yang memiliki senjata pusaka yang sakti. Ada yang berupa keris, tombak, atau pedang yang semuanya terawat dengan baik. Tidak jarang orang-orang memiliki lebih dari satu buah senjata. Kakekku misalnya, beliau memiliki sebuah keris dan dua buah tombak. Senjata pusaka itu pada umumnya diperoleh secara turun-temurun dari nenek-moyang. Bisa jadi dulunya nenek-moyang kami adalah para prajurit kraton atau mungkin juga pendekar yang tangguh. Orang-orang tua kami tidak pernah mau bercerita profesi nenek-moyang kami, mereka sepertinya menyembunyikan informasi yang satu itu.

Setiap tanggal satu Sura (Muharam), saat tahun baru Saka, semua senjata sakti akan diwarangi (arti sebenarnya adalah dibubuhi racun, namun lebih tepatnya dibersihkan, pengertiannya, setelah dibersihkan senjata sakti itu biasanya dibubuhi racun lagi). Tidak sembarang orang boleh dan bisa memandikan senjata sakti itu. Saat aku kecil, di desaku hanya ada satu orang yang mampu melakukannya yaitu almarhum mbah Modin, seorang pejabat penghulu di kelurahan yang sudah sepuh (tua) namun sakti mandraguna

mBah Modin itu hapal benar sejarah setiap senjata di desaku, seringkali aku dan teman-temanku yang melihat prosesi itu mendengarkan sejarah salah satu pusaka yang sedang dibersihkannya. Kapan dibuatnya, apa isinya, kesaktiannya, siapa saja yang pernah kanggonan (ketempatan), dan bahkan apa saja yang pernah dilakukan senjata sakti itu di masa lalu. Dari cerita mBah Modin itulah, seringkali aku menyimpulkan bahwa nenek moyang orang-orang di desaku itu memang ada yang prajurit kraton atau juga tokoh-tokoh sakti pada masanya...

Konon, senjata sakti tidak hanya berguna saat berperang saja, melainkan juga untuk tetulak baya (menolak bahaya), untuk kawibawan (kewibawaan), atau juga untuk pamong (penjaga). Salah satu pamanku dikenal sebagai petani yang tak pernah gagal, panennya selalu bagus dan sawahnya tak pernah terserang hama. Kata orang banyak, itu karena pamanku memiliki sebuah keris pusaka bernama Kyai Pariputih, sebuah keris berluk (berlekuk) tiga berwarna hitam dengan ukiran bulir padi berwarna putih-keemasan di sepanjang wilahannya. Pak Bayan bahkan diceritakan memiliki keris Kyai Tundhung yang konon bisa membuat desa kami dan juga dirinya sekeluarga aman dari penggawe ala (perbuatan jahat).

Setiap malam jumat, semua senjata pusaka akan dikutugi (diasapi kemenyan wangi sambil dimantrai) dan juga disajeni banyu kembang setaman (diberi air bunga mawar di dekatnya). Di waktu Maghrib, pemilik pusaka akan membakar kemenyan, membaca mantra-mantra tertentu, atau juga bercakap-cakap dengan senjata-senjata itu. Kalo pemiliknya lupa melakukan hal itu, maka senjata-senjata itu akan glodhakan (bergerak sendiri dan menabrak-nabrak dinding) di dalam lemari. Bahkan seringkali senjata itu mampu membuka lemari dan terbang keluar rumah dengan menjebol atap. Kalo sedang ngambek seperti itu, senjata itu akan bersinar seperti meteor dan bisa saja pergi sampai berhari-hari atau bahkan berminggu-minggu. Mereka baru kembali lagi kalo pemiliknya memberinya sajen (sesaji) dan membaca mantra-mantra tertentu.

Bila tidak sempat diwariskan ke anak-cucu oleh pemiliknya, biasanya senjata sakti itu akan murca (hilang tak tentu rimbanya) saat pemiliknya meninggal dunia. Atau juga senjata sakti itu akan kehilangan ruh-nya, wujudnya memang masih ada, tetapi sudah tidak sakti lagi. Kalo sudah begitu, senjata itu akan mudah rusak juga. Mula-mula pamornya (hiasannya) akan kusam dan besinya akan berkarat, bahkan tugel (patah) atau moprol (hancur berkeping-keping). Ketika akan kehilangan ruh-nya, seringkali "isi" senjata sakti itu menampakkan wujud asli mereka: ular besar, singa, macan, asu ajag (srigala), gendruwo, jin atau bahkan wanita cantik yang mondar-mandir kebingungan di sekitar senjata itu berada. Lama-kelamaan mereka akan menghilang tak berbekas.

[+/-] Selengkapnya...