Kampanye

Sabtu, September 05, 2009

Pak Boss benar-benar nervous berat pagi itu. Sejak semalam dirinya nggak bisa tidur. Pikirannya berusaha keras menciptakan tema dan rencana urut-urutan topik yang layak diucapkan, dan hatinya sibuk mereka-reka dan membakukan gaya bicara dan bahasa tubuh yang akan digunakannya untuk berorasi. Yup! Siang hari itu Pak Boss harus tampil di podium, berbicara perkara politik di depan massa untuk pertama kalinya sebagai caleg dari Partai Anu dalam sebuah kampanye akbar di lapangan sepakbola di pinggir kota.

Sebagai seorang juragan ayam potong dan ayam petelur yang tersohor di daerahnya, sebenarnya Pak Boss sangat fasih berbicara dan terbiasa menghadapi orang banyak. Tetapi karena tingkat pendidikannya yang rendah dan ketidakpeduliannya pada masalah politik selama ini, mau nggak mau Pak Boss mesti banyak belajar. Dan semakin banyak belajar, semakin ia menyadari betapa masih banyak langit di atas langit, itulah yang membuat Pak Boss grogi kalo bicara politik.

Dalam Pemilu tahun ini, Pak Boss didaftar dan lolos sebagai caleg sebuah partai baru. Dan Pak Boss sangat bersemangat bergabung dalam Partai Anu yang masih baru itu, soalnya pengusaha kaya seperti pak Boss itu telah sampai pada tahap pencarian jati diri melalui popularitas dan kedudukan alias jabatan. Lagipula, sekarang ini di belakang namanya telah bertengger huruf MM berikut semua sertifikat yang diperlukan yang dibelinya dengan sejumlah uang yang cukup.

Berbulan-bulan lamanya Pak Boss menempa dirinya dengan ilmu kecalegan dan politik. Selain dibina oleh partai, Pak Boss juga menyewa beberapa mahasiswa jurusan sospol tingkat akhir untuk mengajarinya berbagai hal menyangkut seluk-beluk politik negeri ini. Sungguh, tidak mudah bagi orang seusianya untuk belajar hal-hal baru, apalagi kalo sudah menyentuh masalah hapal-menghapal. Lha iya to, setidak-tidaknya Pak Boss harus tahu perjalanan politik bangsa ini sejak jaman kerajaan Medang Kamulan sampai saat ini dengan segala teorinya.

Sejak pagi hari, massa pendukung yang sebagian besar adalah para tetangga, sanak saudara, dan pegawainya sendiri mulai berdatangan, berkumpul di halaman rumah Pak Boss yang luas. Sebagian besar naik motor dan ada juga yang berjalan kaki. Pak Boss menyediakan angkutan berupa dua buah truk dan dua buah pickup yang biasanya digunakan untuk mengangkut ayam atau telor. Panitia mulai mendaftar peserta dan membagikan kupon. Tentu saja, panitia cukup pintar untuk tidak memberikan amplop di awal kegiatan karena setelah menerima amplop, biasanya peserta kampanye kabur begitu saja pulang ke rumah sambil membawa sate untuk keluarganya.

Hari itu rumah Pak Boss benar-benar heboh untuk pertama kalinya sepanjang sejarah. Semua orang sibuk dengan urusannya masing-masing, mengurusi diri sendiri dan mengurusi urusan orang lain, bersiap-siap melakukan kampanye menuju lapangan yang berjarak 10 km dari rumah Pak Boss. Didorong oleh rasa senang dan kebanggaannya, Pak Boss telah menginstruksikan kepada seluruh anggota keluarganya, sanak saudaranya, dan segenap pegawainya tanpa kecuali untuk pergi kampanye ke lapangan. Ia ingin menunjukkan pada semua orang, betapa Pak Boss tidak hanya piawi dalam bisnis ayam, tetapi juga seorang orator ulung yang dapat disetarakan dengan Bung Karno.

Akhirnya iring-iringan kampanye diberangkatkan juga, paling depan adalah iring-iringan sepeda motor, disusul kemudian oleh barisan mobil. Pak Boss berada di mobil Alphard hitam di posisi terdepan bersama segenap keluarganya. Iring-iringan itu pelan-pelan meninggalkan rumah dan peternakannya dalam keadaan kosong melompong tanpa penjagaan.

Di lapangan telah berkumpul massa dari berbagai penjuru. Pak Boss harus mengikuti acara kampanye dari awal. Dan menunggu waktu pidato adalah sebuah siksaan berat bagi Pak Boss, walaupun wajahnya tersenyum cerah dan kakinya masih menginjak bumi, namun sebenarnya pikiran dan hatinya gamang melayang tak menentu oleh rasa cemas, gugup, takut, bangga, dan senang. Keinginannya untuk melakukan orasi total dan mengagumkan semua orang semakin kuat. Tetapi menghadapi massa hiruk-pikuk yang sedemikian banyak, membuat hatinya terbelah antara keinginan dan ketakutan, dan itu menjadi beban mental yang luar biasa. Pikirannya mulai panik, dan otaknya mulai lupa pada semua rancangan orasinya. Berkali-kali ia menyeka wajahnya yang berpeluh, berusaha menenangkan diri dan mengingat-ingat semua hapalannya. Ia semakin gugup saat massa di lapangan gegap gempita menyahut setiap yel-yel partai yang disampaikan sang protokol.

"Maaf Pak Boss, Bapak Camat menginstruksikan untuk dijemput. Mohon ijin pinjam mobil Bapak.", seorang lelaki rapi bertubuh tegap berambut cepak berpakaian hitam-hitam layaknya searang ajudan dengan emblem partai terselip di dada berkata dengan nada berat penuh wibawa.

"Silahkan-silahkan.", jawab Pak Boss gugup sembari menyerahkan kunci Alphardnya sambil tersenyum sebisanya. Rasa senang dan bangganya semakin bertambah mendengar Pak Camat akan menghadiri kampanye akbar itu, namun di sisi lain, muncul rasa ketakutannya bila salah-salah dalam berorasi di depan Pak Camat, dan hal itu menjadi masalah baru di hatinya. Kegalauan hati dan pikirannya dengan cepat melalaikan segenap kewaspadaannya.

Begitu lagu mars partainya selesai dikumandangkan, maka Pak Boss segera maju ke podium disambut gemuruh yel-yel dan tepuk tangan massa. Kegugupannya menghambat langkah kakinya yang terasa bersepatu besi seberat satu ton, tangannya gemetar memegang mike, pandangannya nanar mengarah ke langit mencoba menghindari menatap massa, tapi hal itu tak menolongnya dari kegugupan. Keringatnya mengalir semakin deras. Ia mencoba menguatkan hati dan jiwanya. Tiba-tiba ia mengepalkan tangannya dan mengangkatnya tinggi-tinggi, mulutnya mencoba meneriakkan yel-yel partai, tetapi kegugupannya menyebabkannya keseleo lidah. Seluruh massa tertawa. Wajah Pak Boss merah padam, ia coba lagi berteriak, tapi salah lagi. Seiring dengan tawa massa yang semakin gemuruh, tubuh Pak Boss jatuh berdebum mencium lantai podium, ia pingsan karena malu tanpa seorangpun yang sempat memeganginya.



Pak Boss dan keluarganya pulang ke rumah dengan perasaan hancur, apalagi saat mengetahui rumah dan peternakannya dalam kondisi acak-acakan. Di akhir hari itu, setelah dihitung-hitung dengan seksama, Pak Boss kehilangan sebuah toyota Alphard, sebuah tv 29 inc, sebuah tv plasma 50 inc , dua buah vcd player, seperangkat home teather, uang tunai 1 milyar rupiah dan sejumlah perhiasan yang disembunyikan di bawah almari di dalam kamarnya, satu set sofa mewah, sebuah piano, tiga ikan arowana merah dan dua perkutut kesayangannya, tiga ribu ekor ayam, dan satu ton telur ayam.


Tulisan Terkait :
>>> Sayembara


2 komentar

Maya mengatakan...

wah wah .. kasihan banget si Pak Boss...

04 April, 2009 04:56
masteg mengatakan...

iya ya... setelah dipikir-pikir, kok kasihan banget tuh Pak Boss.

Mudah-mudahan apa-apa yang hilang segera mendapat ganti yang lebih baik dan lebih banyak, aamiin...

04 April, 2009 21:55

Posting Komentar