Kere !

Jumat, April 17, 2009

Aku masih ingat betul, kutemukan Kere perempuan kecil itu saat ia sedang menangis di bawah jembatan penyeberangan depan terminal. Tubuh kurus berwajah kuyu itu entah mengapa membuat hatiku iba. Perasaan yang selama ini tak pernah aku tujukan bagi para Kere manapun. Bahkan selama ini aku selalu menganggap para Kere itu sama saja dengan kebanyakan orang, bahwa mereka juga sedang mencari nafkah dengan cara meminta-minta dalam penampilan khas mereka sendiri. Jadi apa bedanya antara Kere dengan Karyawan? Semuanya sama-sama Mahluk Tuhan yang sedang mencari nafkah.

"Kenapa nak?" Tanyaku lembut penuh perhatian.

Kere perempuan kecil itu ragu dan takut, tapi kemudian mulut mungilnya menceritakan penderitaannya. Penghasilannya yang sedikit di hari itu habis dipalak Kere lainnya, sedangkan dia belum lagi makan malam. ah, Kere kecil itu tiba-tiba menarik hatiku yang kesepian karena sudah lebih dari sepuluh tahun berumah tangga belum juga punya anak.

"Tak ada salahnya kuasuh saja Kere ini, toh dia cukup imut untuk menjadi anakku", batinku berharap.

Malam itu Kere perempuan kecil itu kubawa pulang. Istriku terkejut, tapi demi melihat Kere itu imut, ia kemudian menyukainya juga. Akhir-akhir ini kami memang sedang membahas mitos, kalo mau punya anak, bisa dipancing dengan mengadopsi anak orang lain lebih dulu. Lagipula Kere kecil itu memang sebatangkara tanpa sanak keluarga di dunia ini.

Begitulah, hari-hari berikutnya rumah kami menjadi hidup dan ceria. Kehadiran Kere perempuan kecil yang imut itu benar-benar telah membuat hidup kami kembali bersemangat. Kere perempuan kecil itu selalu menyertai kemanapun kami pergi: ke Mall, ke Monas, ke Ancol, ke Taman Mini, ke Puncak, kemana saja. Kami mulai membuat rencana untuk mengadopsi kere kecil itu secara resmi menyusul perasaan sayang kami padanya yang semakin mendalam.

Tiga bulan kemudian, datanglah bencana itu. Entah bagaimana ceritanya, satu demi satu teman-teman Kerenya mulai berdatangan ke rumahku. Mula-mula hanya main. Tapi kemudian menginap satu-dua hari. Kami pikir tidaklah mengapa sejauh tidak mengganggu kehidupan kami dan Kere kecil kami bahagia. Bahkan kami menyediakan sebuah ruangan untuk mereka menginap.

Lama-lama rumah kami menjadi penuh dengan Kere besar-kecil. Rumah kami mulai amburadul, kotor dan ribut. Mereka memakan apa saja yang ada, menggunakan mesin cuci untuk mencuci baju, dan nonton TV kapan saja mereka mau. Sungguh seperti peternakan biri-biri. Kata-kata kami bahkan tidak mereka dengar.

Akhirnya Polisi datang dan para Kere pergi. Kami lega, tapi Kere kecil kami sedih. Kere kecil kami mulai sakit-sakitan. Sakit yang aneh karena segera sembuh kalo ada teman Kerenya yang datang!

Perasaan sayang kepada Kere perempuan kecil kami, membuat kami membiarkan saja Kere-kere itu datang. Tapi keadaan itu tidak membuat aku dan istriku bahagia. Sebulan kemudian istriku pulang ke rumah orang tuanya.

"Aku hanya menginginkan Kere perempuan kecil itu saja mas, tidak Kere yang lain.", kata istriku pada suatu ketika.

Maka Kere perempuan kecil itu aku bawa ke rumah mertuaku. Tapi Kere-kere itu terlanjur betah bersarang di rumahku, tak peduli Kere perempuan kecilku ada atau tidak. Begitulah; Polisi datang, Kere pergi, dan datang lagi. Polisi datang, Kere pergi dan datang lagi. Aku mulai menjadi gila.

Dan rumah mertuaku, mulai didatangi Kere-kere itu juga. Bencana itu terulang; Polisi datang, Kere pergi dan datang lagi. Aku nggak tahu lagi harus berbuat apa. istriku begitu menyayangi Kere kecil itu dan tak mau melepaskanya. "Aku hanya menginginkan Kere perempuan kecil itu saja mas, tidak Kere yang lain!", katanya tegas.

Aku mulai merasa jadi orang asing di rumahku sendiri, asing di rumah mertuaku, dan asing disemua tempat yang ada Kerenya. Kepalaku pusing. Bayangan Kere kecil, istriku, dan Kere-kere itu memenuhi otakku....

Senin pagi itu aku melihat Kere kecil kurus berwajah kuyu bersimpuh di bawah jembatan penyeberangan depan terminal. Aku mulai tersenyum, tertawa kecil, dan terbahak-bahak...



Kere (bhs. Jawa), gelandangan, pengemis. Huruf e diucapkan seperti huruf e pada kata ekor

1 comment

Anonim mengatakan...

teruskan..cerpennya menarik..simpel tetapi menyiratkan suatu makna..suka..

08 Desember, 2010 13:48

Posting Komentar