Ki Ageng Paijo

Jumat, Mei 29, 2009

Bahwa terlahir sebagai manusia yang cerdas, berdaya ingat kuat, dan pandai bicara sudah disadari betul oleh Paijo, itulah sebabnya dari SD sampai SMA, Paijo selalu bertengger di ranking pertama di kelasnya. Namun sayang, Paijo memiliki watak pemalas, mudah bosan, senang hiburan, dan hobby menempuh jalan pintas. Hal buruk itulah yang membuat Paijo hidup serba kekurangan.

Orang tua Paijo yang buruh tani berlepas tangan setamat Paijo dari SMA. Tak ingin hidup miskin, Paijo hengkang ke Ibukota. Sudah terlalu sering ia mendengar dari orang ramai bahwa di Ibukota sangatlah mudah orang mencari uang, dan ia sangat percaya pada kecerdasannya.

Di Ibukota, Paijo menyewa kamar seadanya di kawasan kumuh pinggiran Ibukota yang dihuni berempat dengan temannya. Ia bekerja apa saja mulai dari pekerjaan kasar sampai kantoran. Namun sifat buruknya telah menghalangi kesuksesannya di Ibukota. Kecerdasannya tidak mampu mengalahkan segala sifat buruknya. Sifatnya yang pembosan dan senang jalan pintas membuat Paijo tak pernah lama bekerja di satu tempat. Akhirnya ia kerja apa saja yang berbau jalan pintas; judi, pasang buntut, menipu, maling, pokoknya apapun yang mudah. Tentu saja pekerjaannya itu tak pernah menjadikannya kaya. Ia harus membayar pajak penghasilan yang cukup banyak untuk para becking. Preman makan preman.

Kini sepuluh tahun sudah Paijo hidup di Ibukota tanpa pekerjaan pasti. Hidupnya masih begitu-begitu saja, tidak ada perubahan apapun. Sampai pada suatu hari sebuah artikel di koran yang memuat kehidupan Paranormal yang kaya raya mengubah kehidupannya.

Dengan uangnya yang tersisa, Paijo membeli berbagai macam buku Primbon, buku Feng Shui, dan berbagai buku ramal-meramal. Ia mulai belajar meramal setiap hari. Ia sadar, untuk menjadi Paranormal, ia harus memberikan kesan mistis kepada semua orang. Maka kepada teman-teman kosnya, ia pamitan bertapa di Banten selama empat puluh hari empat puluh malam. Demikianlah, selama dua bulan Paijo tak tampak batang hidungnya.

Pulang ke kosnya, Paijo berubah total. Ia telah memproklamirkan dirinya menjadi Paranormal bergelar Ki Ageng Paijo. Semua orang di kosnya diramal dan diberi petunjuk-petunjuk tanpa diminta. Ada yang percaya dan patuh, tapi ada juga yang tertawa dan menganggapnya gila.

Namun kesaktian Ki Ageng Paijo mulai terbukti di lingkungan itu hanya dalam waktu sebulan saja. Banyak nasib orang berubah karena ramalan dan mengikuti petunjuk Ki Ageng Paijo. Ada yang mendapatkan pekerjaan baru yang lebih baik, penghasilan yang meningkat, jualan yang semakin laris, bahkan ada juga yang menemukan jodoh. Namun demikian, yang diramal buruk juga menjadi kenyataan.

Mulut manusia adalah sarana iklan yang efektif. Lambat tapi pasti nama Ki Ageng Paijo mulai terkenal di Ibukota. Ramalan dan petunjuknya jitu. Kini tak hanya kalangan bawah saja yang mendatangi Ki Ageng Paijo, tapi kalangan menengah sampai Pejabat mulai berdatangan untuk minta diramal dan diberi petunjuk.

Dalam waktu setahun, Ki Ageng Paijo menjadi orang kaya. Sebuah rumah beserta isinya kini ia tinggali di sebuah kawasan elit Ibukota. Angannya tercapai sudah, hidup enak tanpa keluar keringat, cukuplah dengan ilmu Primbon dan Feng Shui yang keluar dari mulut fasihnya dan dari program sms yang menghasilkan jutaan rupiah per hari.

Kini Ki Ageng Paijo sedikit bisa bertingkah. Tarif konsultasi langsungnya tak lagi terjangkau masyarakat bawah dan menengah. Ia juga tak sembarangan menerima pasien. Hanya orang-orang yang dikategorikan Pejabat dan Pengusaha kaya saja yang bisa minta ramalan dan petunjuk darinya secara langsung. Dan kekayaannya kini bertambah banyak dari waktu ke waktu.

Ki Ageng Paijo mulai mencicipi liburan ke luar negeri. Mula-mula hanya coba-coba ke negeri tetangga, namun lama-lama ketagihan hingga sampai ke negeri jauh. Ia mulai mengelilingi dunia dan mencobai segala kenikmatan dari berbagai penjuru dunia. Keasyikannya itu membuatnya menutup layanan konsultasi langsung. Ia mengandalkan program smsnya saja, namun uangnya terus bertambah dan terus pula memanjakannya.

Menjadi kaya dan terkenal tak mengubah sifat buruk Ki Ageng Paijo. Ia malas memperbarui program smsnya yang usang dan mulai ditinggalkan orang. Kepopulerannya menukik tajam laksana pesawat jatuh seiring dengan menipisnya kekayaannya. Dalam waktu singkat Ki Ageng Paijo kehilangan liburannya, kehilangan rumah dan segala isinya. Kini Ki Ageng menyewa rumah kecil di pinggiran Ibukota.

Ia mencoba memperbaiki keadaannya, namun bintangnya yang telah pudar tak mudah menyala kembali. Tak ada orang yang mendatangi kliniknya. Ki Ageng putar haluan, ia mencoba menulis dan berbicara di media. Tapi tak satu mediapun menerima tulisan dan konsultasinya. Tak putus asa, Ki Ageng membuka layanan ramal-meramal di pasar-pasar dan keramaian di mana saja, namun hal itu tak banyak membantu kehidupannya.

Kepergiannya keliling dunia mulai berbuah, ia dinyatakan positif HIV dan harus dirawat, tapi Ki Ageng tak lagi punya uang. Tak mau jadi pesakitan dan hidup menunggu waktu dalam pengawasan, Ia melarikan diri. Kini ia tak lagi punya tempat tinggal, tapi ia tak menyerah, ia masih yakin kecerdasan dan kefasihan lidahnya masih mampu meraih kembali kejayaannya. Ki Ageng Paijo merasa waktunya semakin dekat dan semakin dekat, namun Ia tak peduli. Ki Ageng terus berkeliling dari halte ke halte, dari terminal ke terminal, dari stasiun ke stasiun menawarkan ramalan kepada setiap orang yang ditemuinya.

"Ramalan dan nasehat jitu, uang kembali bila tak terbukti. Kesuksesan kerja, jualan laris, cepat jodoh, bonus ajian, jimat, dan jampi-jampi. Ayo, hanya buka hari ini...", Ki Ageng Paijo berteriak parau. Tapi tak seorangpun percaya pada seorang gelandangan dekil, bau, dan kurus kering.

0 comments

Posting Komentar